Masyarakat Jawa memandang pernikahan sebagai ikatan sakral yang menyatukan dua insan sekaligus dua keluarga besar. Tradisi ini menampilkan prosesi penuh makna, yang diwariskan secara turun-temurun. Meski zaman terus berubah, banyak keluarga tetap menjalankan adat ini karena nilai budaya dan filosofi di dalamnya.
Ciri Khas Pernikahan Adat Jawa
Pernikahan adat Jawa terkenal dengan simbolisme yang kaya serta gerak dan tutur yang anggun. Selain itu, masyarakat Jawa menjunjung tinggi kesopanan, ketertiban, dan keseimbangan dalam setiap prosesnya. Biasanya, prosesi berlangsung dalam satu atau dua hari, tergantung kesepakatan keluarga. Namun, inti ritual tetap sama di seluruh daerah Jawa, termasuk Yogyakarta dan Surakarta.
Tahapan Penting dalam Pernikahan Adat Jawa
1. Srah-Srahan – Lamaran Resmi
Pertama, keluarga pria datang ke rumah mempelai wanita untuk melamar secara resmi. Mereka membawa seserahan sebagai tanda kesiapan pria, baik secara materi maupun moral. Selanjutnya, keluarga wanita menyambut lamaran dan menandai ikatan awal kedua pihak.
2. Siraman – Prosesi Pembersihan
Kemudian, calon pengantin menjalani siraman. Orang tua, sesepuh, dan kerabat dekat menyiramkan air bunga ke tubuh calon mempelai. Tradisi ini bertujuan membersihkan lahir dan batin agar siap menjalani kehidupan baru.
3. Midodareni – Malam Berkah
Pada malam sebelum akad, calon pengantin wanita dipingit dan ditemani keluarga serta kerabat. Masyarakat percaya bahwa malam ini bidadari turun untuk membawa berkah. Biasanya, calon suami datang bersama keluarga untuk mengunjungi calon istri tanpa bertemu langsung.
4. Ijab dan Panggih – Akad dan Pertemuan
Setelah itu, pasangan melaksanakan ijab kabul secara agama. Kemudian, mereka mengikuti prosesi Panggih, yaitu pertemuan kedua mempelai yang penuh simbol. Misalnya:
-
Mereka saling melempar daun sirih (Balangan Suruh) untuk menghilangkan energi negatif.
-
Calon istri mencuci kaki calon suami (Wijikan) sebagai tanda pengabdian.
-
Suami memberikan nafkah (Kacar-kucur) sebagai simbol tanggung jawab.
-
Pasangan saling menyuapi (Dulang-dulangan) sebagai lambang kasih sayang.
-
Mereka bertukar kain batik (Tukar Kalpika) sebagai tanda ikatan resmi.
5. Resepsi Adat – Perayaan dan Restu
Akhirnya, keluarga mengadakan resepsi adat dengan berbagai rangkaian tradisi khas Jawa. Pengantin tampil mengenakan busana adat, diiringi gamelan dan tari klasik. Mereka duduk di pelaminan, menerima tamu, dan mendapat restu dari semua yang hadir.
Makna Filosofis Prosesi Adat Jawa
Setiap prosesi mengandung nilai luhur, seperti:
-
Siraman mengingatkan calon pengantin agar menjaga kesucian hati dan niat.
-
Midodareni menunjukkan kesiapan mental calon istri.
-
Panggih menandai penyatuan lahir dan batin.
-
Wijikan dan Kacar-kucur melatih rasa tanggung jawab dan kerendahan hati.
Melalui gerak yang halus dan simbolik, budaya Jawa mengajarkan keseimbangan, kesetiaan, dan harmoni dalam rumah tangga.
Penyesuaian Tradisi di Era Modern
Kini, banyak pasangan memadukan adat dan modern. Mereka sering memperpendek prosesi namun tetap mempertahankan makna utama. Beberapa hanya menjalankan siraman dan Panggih secara sederhana. Meski begitu, unsur estetika seperti kebaya, beskap, rias paes, dan gamelan masih menjadi favorit untuk memperkuat nuansa tradisional.
Kesimpulan
Pernikahan adat Jawa bukan sekadar tradisi, melainkan media menanamkan nilai luhur dalam rumah tangga. Setiap tahap mengajarkan tanggung jawab, cinta, pengabdian, dan harmoni. Dengan melestarikan adat ini, kita menjaga warisan budaya yang penuh makna.