Seserahan memainkan peran penting dalam tradisi pernikahan di Indonesia. Calon pengantin pria memberikan berbagai barang kepada calon pengantin wanita sebagai tanda keseriusan dan niat baik. Namun, bagaimana para sejarawan memandang praktik ini? Dari mana asal-usulnya, dan apa maknanya dalam konteks sejarah?
Asal-usul Tradisi Seserahan
Para sejarawan menelusuri tradisi seserahan hingga masa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara. Mereka menemukan bahwa keluarga calon mempelai pria telah lama memberikan “upeti cinta” sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga calon mempelai wanita.
Dalam masyarakat Jawa kuno, seserahan muncul dalam rangkaian prosesi seperti mitoni, siraman, hingga panggih. Tradisi serupa juga berkembang di daerah lain, seperti metajen di Bali dan hantaran di Sumatra.
Dr. Denys Lombard, seorang sejarawan asal Prancis, mencatat bahwa akulturasi budaya Hindu-Buddha, Islam, dan lokal sangat memengaruhi bentuk dan makna seserahan di Jawa.
Makna Sosial dan Budaya Seserahan
Sejarawan menilai seserahan sebagai simbol komunikasi budaya dan status sosial. Keluarga calon mempelai pria menggunakan barang-barang seperti makanan, perhiasan, dan perlengkapan rumah tangga untuk menunjukkan kesiapan menjalani rumah tangga.
Mereka juga menyampaikan harapan melalui isi seserahan. Misalnya:
-
Buah-buahan melambangkan kesuburan.
-
Pakaian menunjukkan kesiapan menjalani peran sebagai istri.
-
Produk kecantikan mencerminkan harapan agar istri selalu menjaga penampilan.
Setiap barang memiliki nilai simbolik yang kuat dalam masyarakat tradisional.
Perkembangan Seserahan dari Masa ke Masa
Praktik seserahan terus berkembang seiring waktu. Pada masa kolonial, masyarakat mulai memasukkan pengaruh Eropa dalam bentuk kemasan dan isi seserahan. Di masa kini, banyak pasangan memanfaatkan jasa dekorasi profesional untuk menampilkan seserahan secara estetis.
Prof. Taufik Abdullah menyatakan bahwa meskipun bentuk seserahan berubah, maknanya tetap bertahan. Menurutnya, seserahan merupakan “artefak budaya yang beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan jati dirinya.”
Islam dan Tradisi Seserahan
Ketika Islam masuk ke Nusantara, masyarakat mulai menambahkan nilai-nilai keislaman dalam isi seserahan. Mereka menyisipkan Al-Qur’an, mukena, atau sajadah sebagai lambang kesalehan dan harapan membangun keluarga islami.
Prinsip ‘urf dalam Islam membolehkan kebiasaan lokal selama tidak bertentangan dengan syariat. Oleh karena itu, Islam tidak menghapus seserahan, melainkan menyelaraskannya dengan nilai-nilai agama.
Kesimpulan
Sejarawan melihat seserahan sebagai warisan budaya yang terus hidup dan berkembang. Praktik ini bukan sekadar tradisi, melainkan cerminan nilai sosial, agama, dan ekonomi masyarakat. Seserahan menyatukan dua keluarga dan mempertemukan dua tradisi dalam satu ikatan pernikahan yang sakral.